Angkutan Udara

Lion Air Oh Lion Air

Posted on Updated on

sumber: http://chirpstory.com/li/252969
sumber: http://chirpstory.com/li/252969

Berburu tiket pesawat murah sesungguhnya melelahkan. Melalui beberapa website penyedia tiket pesawat murah dan melek hingga larut malam beberapa hari akhirnya didapatlah tiket pesawat Jakarta – Palembang PP dengan harga Rp. 785.160,-. Setelah tiket diissued, harga kemudian bahkan sempat turun hingga Rp. 650.000,- Karena perjalanan untuk keperluan pribadi (bukan perjalanan dinas) tentunya cari tiket yang termurah. Kalau keperluan perjalanan dinas biasanya pakai Garuda, kecuali tidak dapat lagi atau menyesuaikan jadwal baru pakai maskapai lain.

Pemilihan airline yang satu ini tentu sudah mempertimbangkan resiko delay alias jadwal keberangkatan molor. Pengalaman beberapa kali menggunakan airline ini sering kali kena delay kecuali berangkat dengan penerbangan pertama dan kedua. Buat saya, kalo Lion Air tepat waktu itu anugrah. Tapi, kalau delay… itu sih biasa……

Pengalaman delay 3 jam dan ditinggal penerbangan lanjutan (pesawat terakhir) pada tahun 2008 membuat malas naik airline ini kecuali kepepet tidak ada pilihan lain. Harus marah-marah dulu bersama penumpang lain baru hak penumpang dipenuhi.

Rabu 18 Februari 2015 seusai jam kerja, aku buru-buru ke Gambir untuk ke Bandara Soetta dengan Damri. Jadwal penerbanganku adalah JT 842 pukul 18.40 WIB dengan kode booking SBYVLQ. Dalam perjalanan menuju Bandara kutemui beberapa titik kemacetan. Jam menunjukkan pukul 17.30 aku masih di Toll yang macet panjang. Yang membuat aku agak tenang, semalam aku sudah check in via website. Pukul 17.45 WIB akhirnya tiba di bandara dan lapor ke check in counter sekalian tanya apakah penerbanganku ini on schedule. Dijawab untuk menanyakan langsung di ruang tunggu.

Web Check in Lion Air
Web Check in Lion Air

Memasuki ruang tunggu B2 Terminal 1B terlihat banyak penumpang mengerumuni meja petugas dan tampak beberapa petugas kepolisian dan security bandara. Wahhh, ini alamat tidak baik. Betul saja dugaanku, ternyata sejak siang itu sudah banyak penerbangan yang delay hingga lebih dari 3 jam. Suasana ruang tunggu penuh sesak sehingga banyak orang yang berdiri atau duduk-duduk di lantai. Bahkan banyak penumpang yang berteriak-teriak, membentak petugas untuk meminta kepastian diberangkatkan. Nampaknya jawaban yang diberikan tidak memuaskan para penumpang. Suasana makin panas dan gaduh….

Penumpang Komplain kepada Petugas Lion Air
Penumpang Komplain kepada Petugas Lion Air

Walau dengan hati dongkol, aku hanya tersenyum melihat suasana yang makin kacau. Penumpang berlarian, saling dorong berebutan snack dan makanan (nasi box) setiap kali tiba karena tidak dibagikan secara tertib sehingga banyak penumpang yang tidak kebagian. Aku saja baru kebagian makan nasi box sekitar pukul 23.00 WIB setelah mengambil 1 bungkus besar yang berisi sekitar 20an box kemudian kubagikan dengan penumpang lain yang belum kebagian.

Fakta - Nasi Box yang disediakan Lion AIr (sumber:Alfido.com)
Fakta – Nasi Box yang disediakan Lion AIr
(sumber:Alfido.com)

Aku hanya menonton kekacauan ini dan memperhatikan ekspresi beberapa penumpang yang marah dan membentak pegawai Lion Air. Saat ini aku tidak ingin bertindak seperti mereka karena beberapa tahun lalu aku sempat bertindak seperti mereka walaupun dalam suasana yang berbeda. Mengapa aku tidak ambil pusing dan marah-marah?

Pertama, perjalananku kali ini tidak terlalu urgent. Hanya ingin bertemu keluarga yang sudah kutinggal beberapa bulan sejak pindah tugas (mungkin aku akan berlaku sama dengan mereka jika ada keperluan mendesak seperti ada keluarga yang sakit, meninggal, keperluan bisnis dll). Kedua, aku melihat pegawai Lion Air di lapangan tidak akan bisa memberikan solusi untuk keadaan yang sedemikian kacaunya. Ketiga, aku lebih senang mengisi waktu dengan berbagi cerita dengan penumpang lain. Keempat, Targetku adalah berharap tetap diberangkatkan walaupun menunggu hingga subuh. Terakhir, aku tidak mau energiku terkuras hanya untuk marah-marah, mendingan duduk dan beristirahat mengingat hari semakin larut dan ratusan bahkan bisa ribuan penumpang yang terlantar maka kecil kemungkinan akan mendapat akomodasi hotel sekitar bandara.

Penumpang komplain kepada petugas AP (Pegawai Lionnya mannaa ???)
Penumpang komplain kepada petugas Angkasa Pura (Pegawai Lion Air-nya mannaa ???)

Informasi yang kami cari kenapa terjadi keterlambatan masih simpang siur, mulai dari kerusakan pesawat, pesawat nabrak burung, kerusakan teknis, kondisi cuaca hingga Crew dan Pilot yang mogok kerja. Jadwal pemberangkatan pesawatpun tidak pasti. Lama-lama pegawai Lion Air yang ada di ruang tunggu pada kabur. Mereka nongol kalo ada pesawat yang akan diberangkatkan lalu menghilang lagi.

Akhirnya setelah menunggu tanpa ada informasi dari Lion Air selama lebih dari 8 jam, penumpang JT 842 diberangkatkan juga ke Palembang. Boarding pukul 02.00 dini hari dan take off pukul 03.00 dini hari. Artinya pesawat kami terlambat berangkat 8 jam 40 menit alias lebih dari 4 jam.

Penumpang komplain kepada petugas AP (Pegawai Lionnya mannaa ???)
Penumpang komplain kepada petugas Angkasa Pura (Pegawai Lion Air-nya mannaa ???)

Apa hak penumpang dan kewajiban Airline jika mengalami keterlambatan hingga 4 jam?? Ayo kita pahami beberapa aturan yang berlaku berikut ini.

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung-Jawab Pengangkut Angkutan Udara menjelaskan tanggungjawab dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pengangkut Angkutan Udara.

Pada pasal 2 dijelaskan pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap :

  1. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;
  2. hilang atau rusaknya bagasi kabin;
  3. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat
  4. hilang, musnah, atau rusaknya kargo;
  5. keterlambatan angkutan udara; dan
  6. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

Pada pasal 2 huruf e tercantum tanggung jawab Pengangkut Angkutan Udara terhadap keterlambatan angkutan udara. Yang dimaksud dengan keterlambatan adalah apabila terdapat perbedaan antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan sebenarnya (Pasal 1 butir 13).

Jadi, jika terdapat perbedaan beberapa menit saja waktu keberangkatan atau kedatangan dengan yang dijadwalkan di tiket pesawat maka kejadian tersebut merupakan kejadian keterlambatan. Apalagi keterlambatan keberangkatannya dalam hitungan jam bahkan puluhan jam.

Pada pasal 9, Keterlambatan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e terdiri dari :

  1. keterlambatan penerbangan (flight delayed);
  2. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passanger); dan
  3. pembatalan penerbangan (cancelation of flight).

Pada pasal 10 ini hak-hak untuk penumpang yang mengalami keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diatas maka mendapat ganti kerugian sebagai berikut:

  1. keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;
  2. diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara;
  3. dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.

Pasal 13 butir (1), pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional.

Akibat faktor cuaca sebagaimana dimaksud pada ayat diatas antara lain: hujan Iebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan.

Akibat Teknis Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain :

  1. bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara;
  2. lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran;
  3. terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara; atau
  4. keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling).

Jika dilihat dari pasal-pasal di atas berdasarkan kondisi yang aku alami dan ketahui maka Lion Air harus memberikan kompensasi ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang kepada aku dan penumpang lainnya yang terlambat lebih dari 4 jam. Nyatanya malam itu hingga aku berangkat, ratusan penumpang di ruang tunggu B2 tidak mendapat kompensasi ganti rugi dimaksud.

Ora mesti numpak sing iki. (Symber: http://chirpstory.com/li/252969)
Ora mesti numpak sing iki. Mending numpak lione ae.
(Symber: http://chirpstory.com/li/252969)

Peraturan berikutnya adalah Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (3) meliputi :

  1. standar pelayanan sebelum penerbangan (pre-flight);
  2. standar pelayanan selama penerbangan (in-flight); dan
  3. standar pelayanan setelah penerbangan (post-flight).

Standar pelayanan sebelum penerbangan (pre-flight) terdiri dari :

  1. informasi penerbangan;
  2. reservasi tiket;
  3. ticketing;
  4. check-in;
  5. proses menuju ke ruang tunggu;
  6. boarding; dan
  7. penanganan keterlambatan penerbangan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger.

Penanganan Keterlambatan, Pembatalan Penerbangan dan Denied Boarding Passenger

Pasal 31, Standar pelayanan penanganan keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g meliputi :

  1. informasi kepada penumpang apabila terjadi keterlambatan, pembatalan penerbangan;
  2. pelayanan petugas pada saat terjadinya keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger;
  3. mekanisme pemberian kompensasi;
  4. mekanisme pemberian ganti kerugian.

Pada pasal 32, Informasi harus disampaikan kepada penumpang apabila terjadi keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a yaitu penyampaian informasi yang benar dan jelas, antara lain :

  1. alasan keterlambatan penerbangan yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) menit sebelum jadwal keberangkatan atau sejak pertama kali diketahui adanya keterlambatan;
  2. pembatalan penerbangan yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan;
  3. dalam hal keterlambatan atau pembatalan penerbangan yang disebabkan oleh factor cuaca, informasi dapat disampaikan kepada penumpang sejak diketahui adanya gangguan cuaca; dan
  4. perubahan jadwal penerbangan (reschedule) yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum pelaksanaan penerbangan.

Pada pasal 33, Pelayanan petugas pada saat terjadinya keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 huruf b berupa tersedianya petugas berupa staf badan usaha angkutan udara niaga berjadwal setingkat Station Manager atau staf lainnya yang ditunjuk dan diberikan kewenangan dalam menangani penumpang yang jadwal penerbangannya mengalami keterlambatan, pembatalan penerbangan, dan denied boarding passenger.

Jika mengacu pasal 31 huruf a diatas seharusnya penumpang diberikan informasi apabila terjadi keterlambatan/pembatalan penerbangan. Tentang pemberian informasi ini saja Lion Air sudah tidak menjalankan aturan ini. Selain itu seharusnya ada petugas (staf badan usaha angkutan udara niaga berjadwal setingkat Station Manager atau staf lainnya) yang ditunjuk dan diberikan kewenangan dalam menangani penumpang yang jadwal penerbangannya mengalami keterlambatan, pembatalan penerbangan, dan denied boarding passenger. Untuk kondisi keterlambatan massal seperti ini rasanya seorang Station Manager atau staf lainnya akan sulit menanganinya apalagi kalau tidak jelas batang hidungnya alias pada menghilang.

Pasal 34 tentang Mekanisme pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c merupakan pemberian kompensasi kepada penumpang sesuai peraturan perundangan yang berlaku pada saat terjadi keterlambatan sampai dengan 4 (empat) jam, dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. keterlambatan lebih dari 60 (enam puluh) menit sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan (snack box);
  2. keterlambatan lebih dari 120 (seratus dua puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya, atau ke badan usaha angkutan udara lainnya, apabila diminta oleh penumpang; dan
  3. keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit sampai dengan 240 (dua ratus empat puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.

Pasal 35, Mekanisme pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf d merupakan pemberian ganti kerugian kepada penumpang mengacu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara juncto PM Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan atas PM 77 Tahun 2011 tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Pemberian ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 dalam hal terjadi keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam dapat berupa uang tunai, voucher yang dapat diuangkan, atau melalui transfer rekening, selambat-lambatnya 3 x 24 jam;
  2. Apabila terjadi pembatalan penerbangan, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunai. Untuk tunai dibayarkan pada saat terjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender.
  3. Apabila terjadi perubahan jadwal penerbangan (retiming atau rescheduling) dan penumpang tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke penerbangan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.
  4. Apabila sejak diketahui adanya keterlambatan penerbangan atau perubahan jadwal penerbangan, penumpang menolak untuk diterbangkan dan menolak segala bentuk kompensasi dan ganti kerugian, maka badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunai. Untuk tunai dibayarkan pada saat terjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender.

Dalam hal penumpang mendapatkan refund/penggantian kerugian akibat keterlambatan dan pembatalan penerbangan berikut batas waktu yang diberikan dalam aturan:

  1. Pemberian ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 dalam hal terjadi keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam dapat berupa uang tunai, voucher yang dapat diuangkan, atau melalui transfer rekening, selambat-lambatnya 3 x 24 jam (pasal 35).
  2. Apabila terjadi pembatalan penerbangan wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunai. Untuk tunai dibayarkan pada saat terjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender (pasal 35).

Beberapa hak penumpang yang diabaikan oleh Lion Air yang aku alami:

  1. Lion Air tidak memberikan kompensasi ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang yang terlambat lebih dari 4 jam (pasal 10 huruf a). Nggak niat, cuex beibeh….
  2. Penumpang tidak diberikan informasi mengenai keterlambatan dan pembatalan penerbangan (pasal 31). Informasi itu penting bro….
  3. Tidak adanya petugas atau staf yang ditunjuk dan diberikan kewenangan dalam menangani penumpang yang jadwal penerbangannya mengalami keterlambatan dan pembatalan penerbangan (pasal 33). Malahan petugas yang ada di ruang tunggupun pada menghilang…
  4. Penumpang yang diangkut pada penerbangan hari berikutnya tidak diberikan fasilitas akomodasi (pasal 34). Hmmm, kapan lagi bisa nginep di gang dan ruang tunggu bandara…..

Kementerian Perhubungan harus mengevaluasi pelayanan Lion Air, tinjau ulang ijin rute yang diberikan, evaluasi banyaknya pesawat yang dioperasikan, evaluasi ketersediaan Pilot dan Crewnya serta kemampuan keuangan perusahaan. Yang lebih penting lagi Airline harus memberikan kompensasi sesuai aturan yang ada. Berikan sanksi tegas dan keras apabila Airline mengabaikan hak penumpang. Mereka harus patuh memberikan kompensasi yang menjadi hak penumpang, padahal di sisi lain penumpang tidak berdaya apabila telat check in, tiket hangus atau ditinggal pesawat.

Pengakuan jujur Rusdi Kirana
Pengakuan jujur Rusdi Kirana

Kinerja Ketepatan Waktu Maskapai (On Time Performance)

Mengutip komentar Direktur Operasional dan Airport Service Lion Air Daniel Putut Kuncoro Adi di Kompas.com yang mengatakan: “Saya pikir dengan presensi 171.000 flights, dibanding dengan yang lain, itu (data) bukan bukti angka yang baku”.

Saya sulit memahami apa maksud ucapan bapak di atas. Apakah angka delay Lion Air sebanyak 44.932 kali dalam satu tahun atau setara 123 kali delay/hari dianggap gak berarti (lihat tabel OTP di bawah ini). Bapak harus tahu kalo setiap prosentase dari jumlah yang besar itu akan berarti banyak. Sekarang bandingkan dengan OTP Batik Air yang bisa 90,78 persen tapi dari 13.535 penerbangan. Artinya HANYA 12.287 penerbangan yang On Time. Apa bapak harus bangga dengan angka segitu???? Angka On Time Batik Air ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah delay Lion air sebanyak 44.932 kali dalam satu tahun (12.287 penerbangan On Time Batik Air < 44.932 kali delay Lion Air).

Coba dech ketika bapak punya kepentingan bisnis/sedang tugas/kepentingan keluarga, bapak kena delay 8 jam bahkan lebih, gak ada informasi yang akurat dan dicuekin airline hak-haknya. Bapak bisa hitung berapa besar kerugian materil dan imateril yang diterima bapak kalo bapak sudah punya rencana perjalanan. Ada tiket penerbangan lanjutan maskapai lain/kereta/bus yang hangus, biaya booking hotel yang hangus, kontrak/deal bisnis yang dibatalkan, keluarga yang kelelahan yang menunggu penjemputan, dimarahin atasan karena terlambat, tidak dapat menghadiri pemakaman orang tua/anak/istri/saudara, tidak sempat menemui orang tua/anak/istri/saudara yang sakit keras dll. Gimana kira-kira rasanya pak????

Di situ kadang saya merasa sedih...
Di situ kadang saya merasa sedih…

Berikut Peringkat On Time Performance (OTP) maskapai penerbangan tahun 2011 s/d 2014 untuk penerbangan berjadwal yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan:

Peringkat OTP Lion Air di bawah Airline lainnya (Sumber: Analisa berdasarkan data dari Website Kementerian Perhubungan)
Peringkat OTP Lion Air di bawah Airline lainnya
(Sumber: Analisa berdasarkan data dari Website Kementerian Perhubungan)

Dari tabel terlihat bahwa Lion Air Grup berada pada posisi terbawah (posisi OTP 2014) jika kita mengabaikan maskapai yang hanya terbang pada beberapa provinsi/daerah. Paling tinggi capaian posisi OTP 4 tahun terakhir di peringkat 4 dari 6 maskapai (2012). Bahkan paling parah pernah memiliki OTP hanya 66,78% (2011). Capaian OTP Lion Air pun selalu di bawah OTP Rata-rata tahunan.

Sejauh ini saya tidak melihat sanksi yang tegas dan keras dari Menteri Perhubungan terhadap kejadian delay massal Lion Air ini. Jauh berbeda dengan langkah-langkah yang diambil pada saat ada Musibah Air Asia QZ 8501 yang lalu.

Menuju Daerah Perbatasan (2)

Posted on Updated on

Cessna - Pilotnya bule
Cessna – Pilotnya bule

Kekhawatiran terbang dengan pesawat kecil sebelum berangkat menjadi sirna. Menurut saya, setelah mengalami sendiri ternyata penerbangan inipun aman dan asyik saja apalagi cuaca saat itu cerah. Yang membuat rasa aman salah satunya adalah pilotnya yang orang bule (note: not bule minded). Strategi Susi Air memperkerjakan bule-bule sebagai pilot menurut saya strategi bisnis yang jitu. Biasanya kita merasa bahwa sesuatu yang berasal dari luar negeri itu kualitasnya baik, lebih baik, lebih pintar dan lain-lain. Peryataan ini ada benarnya karena orang kita sendiri terkadang suka menggampangkan sesuatu. Mengutip informasi dari blognya pak Dahlan Iskan bahwa pilot bule itu mau mengerjakan semua hal yang terkait dengan pesawatnya: mengangkat bagasi, menutup pintu, mencuci pesawat, dan menjadi pramugaranya sekalian. Ini sama dengan sikap sang pemilik maskapai Susi Air, Susi sendiri senang mengerjakan apa saja. Meski seorang bos besar, dia biasa melakukan pekerjaan yang remeh-temeh. Perlengkapan navigasi di pesawat yang sudah canggih juga membuat tenang hati. Informasinya Susi Air telah memesan 30 buah pesawat Grand Caravan sejak Juni 2009.

Kokpit Cessna 208

Read the rest of this entry »

Menuju Daerah Perbatasan (1)

Posted on Updated on

Persiapan untuk berangkat ke Kabupaten Nunukan  telah dimulai. Tiket sudah dibeli, hunting informasi sudah dijalani. Singkat cerita, perjalanan Palembang – Nunukan membutuhkan 4 kali penerbangan dan 3 kali transit (Jakarta, Balikpapan dan Tarakan). Berhubung tiba di Tarakan sudah menjelang gelap maka perjalanan ke Nunukan dilanjutkan esok harinya.

Setelah bermalam di Tarakan, pagi hari pukul 06.00 WITA sudah siap di Lobby hotel menunggu shuttle bus yang akan mengantar ke Bandara Tarakan. Penerbangan menuju Nunukan menggunakan maskapai Susi Air dengan pesawat Cessna 208 B Grand Caravan kode penerbangan SI330 pukul 08.00 WITA. Keraguan pun muncul tatkala pada saat check in berat badan dan barang bawaan ditimbang. Mengingat pesawat yang akan digunakan termasuk pesawat kecil yang baru pertama kali akan saya naiki. Selama ini terbang dengan menggunakan pesawat Boeing dengan berbagai seri, seri terendah Boeing 737-200. Minimal ATR 72-500 dengan kapasitas penumpang 72 orang.

Mendarat di Bandara Nunukan

Read the rest of this entry »